Belaian Kasih Sang Sutradara

. Kamis, 03 April 2008
  • Agregar a Technorati
  • Agregar a Del.icio.us
  • Agregar a DiggIt!
  • Agregar a Yahoo!
  • Agregar a Google
  • Agregar a Meneame
  • Agregar a Furl
  • Agregar a Reddit
  • Agregar a Magnolia
  • Agregar a Blinklist
  • Agregar a Blogmarks

Beberapa tahun yang lalu sebelum badai krisis moneter melanda negeri ini, kami sempat membeli sebuah rumah di bilangan Candiloka Sidoarjo(hehehe..., kaya' Jakarta aja ada bilangannya). Kami sempat mendiami rumah tersebut selama tiga tahun, meski dua tahun sebelumnya sempat kosong karena jarak antara tempat kerja dengan lokasi hunian yang lumayan jauh.

Tahun-tahun pertama berada di Sidoarjo sangat menyenangkan, sebuah kota kecil dengan ruang tata kota yang bersih dan rapi. Kami sangat menikmati suasana kotanya yang damai, ndak seberapa crowdid kayak Surabaya.

Sesekali kami dikunjungi oleh Orang Tua kami dan family, menyenangkan, penuh dengan pesona alam pedesaan dengan kehangatan kasih sayang dari sanak saudara. Meski demikian kami belum memutuskan untuk mengurus dan membuat ID Card dengan domisili Sidoarjo, karena saat itu perasaan kami memang belum pas aja.

Bersamaan dengan itu rizqy yang kami dapat juga meningkat pesat, Allah SWT telah memberikan income lebih menurut ukuran kami. Karena saat itu juga saya bisa beli dua buah mobil, satu Honda Phantom dan 12 sepeda motor yang kami peruntukkan buat kawan-kawan yang membutuhkannya. Dan ada satu lagi keinginan kami yang belum terwujud, mendirikan sebuah pondok pesantren, meski kedengarannya muluk tapi memang itulah yang terlintas di benak kami saat itu.

Duuh...Gusti...Pengeraning Jagad...!, belum lama berselang dan belum sempat terwujud semua keinginan itu. Kami dihadapkan pada sebuah pilihan yang mengharuskan kami untuk melepas asset rumah kami satu-satunya di Sidoarjo ini. Mau atau tidak, suka atau tidak, kami harus melepasnya, tentu dengan harga yang masih lumayan tinggi saat itu.

Meski dengan perasaan dongkol akhirnya kami kembali ke surabaya, dengan membawa segudang cita-cita dan keinginan yang belum terwujud. Namun siapa sangka selang beberapa tahun setelah kami di Surabaya, terdengar kabar gonjang-ganjing bencana lumpur Lapindo Brantas di Sidoarjo, dan itu terjadi kira-kira 5 km dari rumah kami yang sudah terjual.

Kamipun sempat mendatangi tetangga kami sidoarjo setelahnya, sekalian menanyakan perkembangan lumpur. Benar juga saat kami bertandang ke sana banyak kawan-kawan dan tetangga yang sedih dan mengeluh, karena sekarang rumah mereka sudah tidak diminati orang meski dengan harga yang relatif murah.

Duuh...Gusti Pengeraning Jagad...!, Allah SWT yang maha mengetahui segala urusan manusia, kami bersimpuh dihadapanmu....!. Mohonkan ampun atas segala kekilafan dan dan kesalahan kami, ampuni segala dosa-dosa kami..!, Engkaulah sang Sutradara kehidupan...!, belaian kasih sayangmu baru kami rasakan saat ini. Sungguh tindakan dan rencanamu diluar kuasa manusia. Lahaula wala kuwwata illa billah..!

Oleh : Cakyoud

0 komentar: